PERNIKAHAN
SEKEJAP MATA
Pernikahan
bagi semua insan adalah dambaan. Begitu juga denganku, dan alhamdulillah Allah
telah memberiku jodoh, walaupun
menurutku hanya sekejap mata. Seorang pria sholih nan tampan meminangku dengan
sangat bersahaja.
Empat
belas tahun bagiku tidaklah cukup utuk mendampingi suamiku Muhammad Ridwan
Abdullah ( Iwan ) seorang pria yang terlahir dari keluarga bersahaja namun
berpendidikan tinggi dan keluarga yang sholih dan sholihah, ayah dan ibunya
adalah guru.
Allah mentakdirkan yang terbaik untuk kami,
Allah memanggil suamiku pulang tatkala baru saja kami merayakan dan mensyukuri
pernikahan kami yang baru empat belas tahun kami jalani bersama dalam suka dan
duka, namun bagaimanapun juga pernikahan itu tetaplah indah untuk dikenang
Tanggal
1 februari 1998, suamiku datang untuk melamarku pada orangtua, walau tanpa
didampingi siapapun, dia datang sendiri dengan segenap keberanian dan niat
sucinya, setelah kami berkenalan cukup lama, empat tahun. Walaupun kami sudah saling
mengenal sejak kecil, kami tinggal satu kelurahan dan kami satu kelas selama
tiga tahun di SMPN 2 Cianjur, aku tak menyangka kalau dia akan melamarku hari
itu juga, aku tak menaruh curiga apapun, karena dia sudah terbiasa datang ke
rumah orangtuaku dan berbincang dengan beliau dan keluarga besarku.
Waktu itu dia berbincang dengan orantuaku saja
di lantai atas, sedangkan aku sibuk di dapur berbincang dengan kakakku yang
sedang hamil tua, tanpa dinyana ibu dan ayahku turun ke dapur dan menanyaiku
serius sekali “ Aisah, kamu serius mencintai Iwan?” aku hanya mengangguk karena
aku memang mencintainya, “ kamu siap jadi istrinya?” aku hanya terdiam, “ kamu
yakin dengan pilihanmu? “ “ Kamu sudah sholat istikharah?” dan sebagainya,
intinya Aa Iwan meminta keputusan aku dan orangtuaku hari itu juga, dan
akhirnya aku hanya menjawab “ Terserah Allah sajalah, kalau Abah dan Emak ridha
sama Iwan, berarti Allah pun Ridha, kalau abah dan Emak tidak ridha, berarti
Allah pun murka “ hanya itu yang bisa aku ucapkan, orangtuaku hanya mengangguk
mengiyakan kemudian berbincang kembali dengan Aa Iwan.
“ Apa
yang akan kamu minta sebagai mahar?” pertanyaan itu yang pertama kali meluncur dari mulut calon suamiku, “ terserah
Aa Iwan sajalah, aku engga mau merepotkan, semampunya Aa, aku akan ridha apapun
yang Aa beri untuk aku “ “ kamu siap jadi istri Aa, Ning?” lanjutnya “ inshaa
Allah”, aku menunduk entah perasaan apa yang aku rasakan saat itu, antara
teharu, bahagia, sedih dan malu bercampur menjadi satu. Seolah-olah aku baru
pertama kali bertemu dengan pemuda soleh dan tampan ini, padahal sebelumnya
kami sudah sering bertemu dan saling kenal. Aku bahagia karena aku akan menjadi
seorang istri bagi pria yang aku cinta, sedih karena orangtuanya tak merestui
hubungan kami, sehingga dia nekat datang sendirian melamarku, terharu karena
keberanian dan niat tulusnya melamarku, malu karena aku tak secantik bidadari
di syurga, akhirnya kami memutuskan untuk menikah pada tanggal 22 Februari
1998, pernikahan sederhana yang penuh berkah, dengan mahar delapan gram emas
saja, akupun ridha menerimanya, Alhamdulillah !
Seiring
berjalannya waktu, penikahan kami pun bertambah dengan anggota keluarga yang
baru, anak-anak kami hadir menghiasi rumah tangga kami, anak pertama lahir
setahun pernikahan kami, bulan Maret 1999,seorang bayi laki-laki, anak kedua
September 2000,juga laki-laki, anak ketiga perempuan pada bulan September 2003,
kemudian keempat oktober 2009, dan kelima Desember 2011,keduanya laki-laki.
Seperti yang telah Allah SWT janjikan dalam
surah An-Nur ayat ke 32, Allah SWT berfirman : “ Dan nikahkanlah
orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang
layak ( menikah ) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki ataupun ynag
peremupuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karuniaNya. Dan Allah maha luas ( pemberian-Nya ) Maha mengetahui.”
Begitulah, karena keyakinnannya kepada pertolongan Allah begitu kuatnya suami
memintaku untuk memberinya lima buah hati,dan memang betul, setiap kelahiran
satu putra Allah selalu memberi kami satu rizki baru, namun dibalik itu semua,
Allah menguji kami juga, suami mulai sakit-sakitan karena sering kerja ship malam, dan pulang ke rumah
dengan naik motor, karena hanya itu kendaraan yang kami punya, namun efeknya penyakit
paru-paru bersarang di dalam tubuhnya, sehingga beliau dinyatakan menginap penyakit
Tubercholosis dan harus dirawat di RS Al Ihsan Baleendah Bandung.
Suami
dirawat untuk pertama kalinya tahun 2010 ketika anak yang keempat berumur empat
bulan, aku harus rela pulang pergi ke RS karena suami tidak mau ditinggal atau
dijaga oleh orang lain, aku pun harus menyusui si ade yang masih kecil. Suami
dinyatakan sembuh setelah berobat sembilan bulan penuh, kami bahagia waktu dokter
di RS menyatakan suami sudah sembuh, namun kebahagiaan itu hanya sesaat, suami
harus dirawat lagi setahun kemudian di RS lain karena suami muntah darah yang
begitu banyak di tempat parkir RS Al-Islam Bandung, aku tak bisa membendung air
mata ku, aku hanya bisa menangis melihatnya terkapar di ruang UGD, akhirnya
setelah dua minggu dirawat suamiku boleh berobat jalan. Selain berobat ke RS
suami mencoba berobat ke pengobatan alternatif seperti BRC dan IHC di Bandung,
Alhamdulillah kelihatan lebih sehat, namun Allah menguji kami kembali, setelah
memberi kami satu buah hati yang lucu di akhir Desember 2011, Allah memberi
kami sebuah rumah baru plus sawah yang lumayan luas, kami pun berencana membeli
lahan di pinngir jalan untuk garasi mobil, karena rumah yang terakhir berada jauh
di dalam gang, impian kami waktu itu terbeli sebuah mobil karena anggota keluarga
kami bertambah satu, namun Allah punya rencana lain yang kadang diluar dugaan
kita sebagai makhluk yang lemah, suamiku mulai sakit lagi, dia tidak mau
dirawat di Bandung, dia memaksaku untuk membawanya pulang ke Cianjur kota
kelahiran kami, aku pun membawanya pulang kampung dengan mobil sewaan.
Melihat kondisinya yang semakin kritis aku
hanya bisa pasrah dan menangis, aku merayunya dan sedikit membohonginya agar
dia mau dirawaat di RS, karena suami sudah bosan dengan obat kimia, suami minta
saya membawanya ke pengobatan aternatif yang ada di Cianjur, tapi aku memaksanya
masuk UGD di RSUD Cianjur, karena memorinya sudah terganggu, suami hanya kenal
dengan aku istrinya, yang lain tidak satupun yang dikenalnya, dia hanya bias
memanggil nama anak-anak satu persatu tapi tak bisa mengenal wajahnya, dokter
mengatakan jantung dan lever suamiku sudah terkena virus juga, aku hanya bisa pasrah,
di pagi hari suami merasa sedang berada di kantonya di PT PINDAD, dan selalu
memanggil nama-nama teman nya, dan di sore hari suami merasa berada di rumah,
dan selalu memanggil nama anak-anak satu persatu, aku yang mengingatkannya
untuk istighfar, aku juga mengingatkannya untuk sholat, walaupun terkadang
bacaan sholatnya mulai kacau, tapi Alhamdulillah dia masih bisa untuk sholat
sampai akhir hayatnya.
1 maret
2012, adalah hari terakhir aku bertemu dengan suami tercinta, terakhir kali aku
mencium kening dan pipinya, terakhir kali aku memeluknya erat penuh cinta,
padahal aku sangat bahagia waktu itu, ketika aku datang membesuknya di pagi
hari, dia nampak berwajah ceria dan sehat, bicaranya sudah tidak ngelantur
lagi, “ Ma! Peluk Babeh donk!” pintanya, aku pun memeluk dan menciuminya bertubi-
tubi saking bahagianya, “ Mama punya uang berapa?” “ Seratus ribu “ jawabku
sekenanya, “ Yaah… cukup deh buat kita jalan-jalan naik angkot sama anak-anak,
Babeh mau ngumpul sama anak-anak, mau jalan-jalan lagi, mau berenang lagi, mau
naik motor lagi, mau ke Pindad lagi, Babeh kangen sama teman-teman” cerocosnya,
lancar seperti sebelum waktu sakit, “ Ya
entar, sabar ya Beh!, nanti kalau Babeh dah sembuh dan sehat lagi, kita jalan-jalan,
kita berenang lagi dan pulang ke Bojongsoang ya” rayuku, “ Ngga ah! Babeh
maunya sekarang, ayo cepat kemasin bajunya tuhhh, beresin semua makanannya, cepat
Mah, heuehh
boga istri teh teu ngarti wae!” tangannya mengepal erat dan hampir meninjuku,
aku menghindar cepat, “ Mah… mau makan!
“ tumben belum waktunya makan dia minta makan, sedangkan makanan dari RS belum
diantar, Alhamdulillah ada kakak ipar membawa nasi Tim Ayam, dan suami makan disuapi dengan lahap, setelah itu minta
dibuatkan segelas teh manis dan segelas susu, semua habis dalam hitungan menit,
kemudian minta dibuatkan jus alpukat kesukaannya, dan habis dalam sekejap.
Adzan dzuhur berkumandang, suami mengajakku
sholat berjamaah, dia sambil duduk di atas kasur, dan aku di bawah diatas
karpet. Setelah berdo’a kemudian dia tertidur pulas, tidur untuk terakhir
kalinya dan tak kan pernah bangun untuk selamanya, Allahu Akbar! Hanya Allah
yang tahu usia makhlukNya, tangisku tak terbendung mengoyak kesunyian ruang
perawatan di Flamboyan no 3 RSUD Cianjur. Aku hanya bisa menjerit histeris ketika
petugas membawanya ke ruang jenazah, setelah itu aku tak tahu lagi.
*heuehh
boga istri teh teu ngarti wae = heuehh punya istri ngga
ngerti aja
Cianjur,
28 Januari 2013
mbak...aku turut berduka ya... saya baru tau... semoga mba bisa selalu tegar dan kuat ya... Aamiin...
BalasHapusAmiinnn, terima ksih do'anya mbak!
BalasHapusinna lillahi wainna ilaihi roji'un,
BalasHapussubhanaLlah...saya selalu acungin jempol salut untuk para singlefighter, bener2 Ibu yang tangguh
Trims mbak Vetrieni, do'akan saja dari jauh, mudah2an mbak dan keluarga selalu sehat dan dijaga Allah SWT, amiinn!!
Hapusterima kasih dah mampir!