Surat
Lamaran
“Neng, tolong belikan perhiasan emas
seratus gram, alat-alat Sholat yang lengkap, Al-Qur’an satu buah, dibungkus
yang rapi ya!” pinta Kapten Bhirawa dari Surabaya kemarin sore, dia nampak terburu-buru,
itipun lewat telepon, karena Kapten Bhirawa sedang tugas di sana, aku hanya
mengiyakan, “Ukuran cincinny gimana, Mas?” tanyaku, dia hanya menjawab
terserah, ukuran jariku mungkin cukup katanya, akupun memenuhi permintaannya
segera setelah dia mentransfer sejumlah uang ke rekeningku.
Kapten Bhirawa dan aku adalah sama-sama anak angkat
keluarga hajjah Nunung pensiunan guru SD di Bandung, suaminya seorang perwira
Angkatan Darat yang meninggal keika tugas di Timor timur, kami diasuh sejak
kami masih bayi, bedanya aku asli urang
Bandung, namun Kapten Bhirawa orang Surabaya, kami sama-sama diangkat anak
ketika ayah angkat kami bertugas di kota kelahiran kami, kamipun sama-sama yatim
piatu sejak bayi, usia kami berbeda dua tahun, walau demikian kami dididik
dengan penuh cinta dan kasih sayang oleh kedua orangtua angkat kami, mereka
menyayangi kami sepenuh hati, dan kami pun saling menyayangi seperti adik dan
kakak kandung.
Sambil membungkus pesanan Kapten Bhirawa
aku berbincang dengan ibu yang sudah sangat sepuh, namun beliau masih nampak sehat
dan awet muda, giginya masih lengkap, hanya rambutnya saja yang memutih,
“Neng
sudah beres bungkus kadonya?” tanya ibu, aku mengangguk,
“Siapa
sih calon istriny Mas Bhirawa,Bu? Kok aku engga dikenalin?” tanyaku penasaran,
soalnya Mas Bhirawa belum pernah memperkenalkan calonnya kepada kami, ibu hanya
tersenyum, dia nampak menyembunyikan sesuatu, namun aku tak berani memaksa ibu
untk mengungkapkan siapa calon istri mas Bhirawa, karena kutahu pasti Mas Bhirawa
minta restu ibu dahulu jika mau menikah.
Di pagi hari yang cerah, ketika aku
menyapu halaman yang penuh dengan daun-daun kering karena musim kemarau, seorang
pengantar surat datang menghampiri,
“Ada
surat dari Surabaya” katanya sopan, seraya memberikan sepucuk surat padaku, ternyata
untukku, namun tidak ada nama pengirimnya, segera aku robek sampulnya setelah
pengantar surat itu pergi, isinya membuat lututku bergetar, ‘Neng,
maukah kamu menjdi istri Mas?’ singkat dan padat namun mencengangkan, karena
yang mengirim surat cinta itu adalah Mas Bhirawa.
NB: Falsh Fiction ini dikut sertakan di lombannya Pak DheGuslik Galaxi
(y) like it,.... smoga menang ya mbak aisha
BalasHapusahhh ga bkl menang kt pak dhe msih salah ;)
HapusDaftarkan di sini yahttp://jatuhcinta.me/fiksi/flash-fiction-writing-contest-senandung-cinta
BalasHapusBaca dulu syarat dan ketentuannya
Terima kasih
Kalimat penutup dan link tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan. Silahkan direvisi yaa
BalasHapusTerima kasih
ahhh pak dhee!
Hapus:)
Mauu Neng Nikah sama Mas ko..
BalasHapus#jawab Neng
hohoho mas mu ?
Hapus