Halaman

Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label My Diary. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label My Diary. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Juni 2013

Pengalaman Sedekah

Ketika 1 mejadi 700

Oleh : Aisha Khairunnisa

            Saya hanya menagis waktu itu, ketika suami memarahi saya hanya gara-gara saya memberikan uang seribu rupiah kepada seorang pengamen yang datang ke rumah, bukan kaena suara merdu sang pengamen yang menyanyikan lagu sunda dengan diiringi gitarnya, suaranya memang tak sebagus Sammi Yusuf dan Maher Zein, namun ada niat lain pada pemberian selembar  uang bergambar wajah pahlawan Pattimura itu, suami tak tahu niat saya dan memang salah saya mengapa tak mengutarakan niat saya, hmmm sudahlah, kemarahannya sudah terjadi dan air mata itu sudah membasahi wajah saya.

            Mengapa saya menangis? Dan mengapa suami marah besar dengan hal yang sangat sepele? Karena intinya tidak ada komunikasi diatara kami waktu itu, saya punya niat baik yang suami tak mengetahui nya sehingga meletuslah sebuah pertengkaran kecil di rumah kami, walaupun akhirnya kami berbaikkan kembali, tapi peirstiwa itu tak kan saya lupakan, karena mengandung hikmah, mungkin tidak hanya bagi saya tapi juga bagi orang lain, Inshaa Allah!

            “Ma, kenapa uang seribu itu Mama kasih ke pengamen?, memangnya Mama punya berapa sih? Kok tega-teganya kasih ke pengamen? Kita kan lagi engga punya uang? Mama sudah kaya ya?” suami memberondong saya dengan pertanyaan, dan saya hanya diam saja, sebab bingung mau ngomong apa, dan ketika suami dalam kondisi marah, saya tak berani berkata apapun karena takut malah menambah runyam masalah,

            “Ma, jawab donk! Jangan diam saja!“ akhirnya suami membentak, bukannya kata-kata yang keluar dari mulut saya namun air mata yang meluncur deras sebagai jawbannya, saya tak bisa dibentak, rasanya sakit banget hati ini, hanya karena uang seribu rupiah, saya dan suami jadi berantem, untungnya anak-anak sedang bermain diluar rumah, jadi tidak ada yang melihat kami,

            “Bapak gajian masih lama, sekitar dua hari lagi, di rumah kita engga punya pa-apa, memangnya Mama mau kasih makan apa ke anak-anak?” sambung suami, saya masih tetap membisu, saya bingung harus menjawab apa, tapi tangan saya terus melanjutkan orderan memasang payet dari seorang teman yang sudah langganan, karena target hari ini harus beres dan saya berharap teman saya membayarnya hari ini juga, jadi saya merasa tenang saja, walaupun uang yang cuma seribu rupiah itu diberikan kepada pengamen,

‘Ya Robb! Tolong beri aku rizki lewat tanganku! Berapapun! Mudah-mudahan kami bisa makan untuk beberapa hari tanpa harus mengutang kepada orang lain, tolong Ya Allah! Tolong…!, kuakui hamba banyak dosa, tapi tolong kabulkan do’aku kali ini!’ rintihku dalam hati, seraya terus mengerjakan orderan, air mata ini tetap tak bisa kubendung, karena saya merasa telah berbuat salah pada suami dengan mensedekahkan uang seribu rupiah itu tanpa seizinnya.

            Sore hari, setelah sholat ashar teman saya datang, beliau mengambil kebaya yang sudah selesai, kemudian memberikan kebaya lain yang harus dipasangi payet, orderan baru datang, saya senang sekali, setiap kebaya yang diberi payet saya diberi upah seratus lima puluh ribu rupiah dan harus selesai dalam satu minggu untuk  empat buah kebaya plus satu kerudung, yang kerudung hanya seratus ribu rupiah, maklum waktu itu orang yang bisa memasang payet masih jarang sehingga upahnya lumayan besar, tidak seperti sekarang, banyak wanita yang bisa memasang payet dan bayarannya murah, lalu teman saya memberi upah untuk dua buah kebaya yang sudah selesai, saya pun menerima uang sebesar tiga ratus ribu rupiah, cukup untuk makan satu minggu, Alhamdulillah!

            Dua hari kemudian, tugas memasang payet selesai, dan suami pun sudah menerima gaji dari tempatnya bekerja, suami terheran-heran melihat saya memegang uang banyak selain gaji yang dia berikan
            “Uang darimana, Ma?” tanyanya penasaran,


            “Dari Allah, karena Mama sedekah seribu rupiah ke pengamen, maka Allah memberi tujuh ratus ribu rupiah” jawab saya sambil tersenyum, suami mengerti maksud saya, dia hanya memeluk dan mencium saya hangat.

NB : tulisan ini sudah di posting di IIDN Group

Kamis, 23 Mei 2013

Hiking Yuk!



Ketika 39 Berubah Menjadi 19
Oleh : Aisha Khairunnisa

            Saat melingkar di pelataran masjid UNSUR beberapa hari yanga lalu, saya merasa ragu mendengar ajakan dari panitia untuk ikut rihlah ke Curug cibeureum,  namun saya sangat penasaran dengan pemandangan disana yang konon sangat indah sehingga diminati turis dari mancanegara, pun sebagai warga Cianjur asli, yang lahir disini, saya merasa malu juga belum pernah melihat curug Cibeureum, padahal melihat curug di kota-kota lain saya pernah. Akhirnya dengan berucap bismillah dan tekad yang kuat saya memutuskan untuk ikut serta, walaupun masih ragu-ragu karena harus meninggalkan anak-anak yang masih kecil.

            Setelah mendapat keluarga yang mau dititipi lima anak saya, tekad saya untuk ikut rihlah semakin kuat, semakin terbayang pemandangan gunung Gede dan sekitarnya yang indah, terbayang masa remaja saya ketika camping bersama tim PMR dari sekolah, terbayang kembali masa-masa indah ketika bertamasya bersama keluarga besar suami yang saya cintai saat kami belum menikah dulu, ahhhh jadi pengen cepat sampai disana!, saya pun mengirim sms kepada panitia dan mendaftar untuk ikut rihlah.

            Hari ahad yang cerah, tanggal 5 mei 2013, setelah siap dengan semua perbekalan di ransel, saya segera berangkat menuju pelataran Hypermart sesuai petunjuk dari panitia, namun karena masih pagi yaitu sekitar pukul 6 lewat 10 menit, belum ada seorangpun panitia yang saya temui disana, saya pun memutuskan untuk sarapan dulu di area Car free Day, sepiring kupat tahu akhirnya menjad menu sarapan pagi itu, kemudian saya mencari lauk untuk menu makan siang di Curug nanti, hitung-hitung warming up, saya berjalan mengelilingi area Car free Day sambil menggendong ransel yang beratnya kurang lebih duakilo gram, lumayan membuat badan berkeringat, sampai akhirnya saya kembali ke pelataran parkir Hypermart untuk berkumpul dengan panitia.   
   
            Setelah menunggu beberapa saat, kami segera berangkat menuju Cibodas, selama perjalanana saya gembira, namun hati saya masih ragu-ragu, apakah saya sanggup untuk sampai di curug Cibeureum? Mengingat kondisi fisik saya yang sudah tidak muda lagi, apakah di usia 39 saya masih mampu bersaing dengan para gadis, anggota lain yang baru 19 tahun? Saya harus ekstra hati-hati mengingat saya sudah turun mesin selama lima kali, otomatis onderdil dalam tubuh saya sudah banyak yang aus ditambah jarang berolahraga, huuuuufffff…..,mampukah saya?

            Pemandangan di gunung Gede membuat semangat saya kembali bangkit, sambil menikmati keindahan alam dan udara yang segar, saya mencoba menghibur diri sendiri sambil bercanda bersama teman-teman dan memotret pemandangan, dan klik klik seorang photographer amatiran segera beraksi, namun hati ini masih tetap dihantui rasa ragu, saya takut di perjalanan membuat repot panitia, karena saya pingsan, yeeeeee!!!




            Masha Allah! 28 HM? Saya tertegun sebelum memulai menaiki tangga, demi melihat tulisan itu di tugu menuju curug cibeureum, ternyata pengunjung sedang ramai juga, banyak wisatawan dari dalam dan luar Negeri, ahhh rasa takut ini saya buang jauh-jauh, sebgai warga Cianjur yang baik, malu donk kalau saya engga sempat melihat curug Cibeureum! Ini kesempatan, dan kesempatan belum tentu terulang kembali! Saya kembali bersemanagat!!.

            Dengan berdo’a sepanjang perjalanan, saya mulai menaiki tangga satu persatu, entah berapa ratus anak tangga dari batu ini yang harus dinaiki hingga bisa sampai ke curug, saya tidak sempat menghitungnya atau bertanya kepada panitia, yang ada dalam benak saya adalah saya harus menaiki anak tangga ini dengan selamat, titik! Ada pertanyaan iseng yang muncul di benak sya, siapakah orang-orang hebat yang sudah menyusun batu-batu ini menjadi anak tangga? Betapa besar jasa mereka, batu-batu alam yang ukurannya sangat besar-besar ini sangat membantu wisatawan untuk sampai ke curug Cibeureum atau ke gunung Gede, semoga Allah SWT membalas jasa mereka, aamiinn!

            Beberapa meter sebelum sampai di telaga Bening, yang konon tempat mandinya istri Prabu Siliwangi, saya sempat putus asa, apakah akan melanjutkan perjalanan atau mundur? Teh Defa sempat bertanya juga tentang kesediaan saya apakah saya memilih mundur atau maju terus? Tapi saya menjawab atau, karena semangat masih ada namun kondisi fisik sudah mulai lelah, lutut terasa mau copot, dan nafas mulai ngos-ngosan, maklum dah emak-emak!, namun cerita Kang Asep tentang telaga Bening membuat saya kembali semangat dan penasaran, apalagi tentang cerita penampakan seorang putri di fhoto jika kita mengambil posisi ke sebrang telaga, maka di fhoto akan muncul seorang putri,


 (btw fhoto ini membuat saya engga bisa tidur semalaman, Karena takut yang muncul bukan seorang putri namun yang lainnya hiyyyyy!!!, apalagi  di rumah saya tinggal sendirian karena anak-anak ngungsi di rumah kakak saya! Hik hik! Rasa ngantuk yang mendera masih kalah oleh rasa takut mengingat cerita kang Asep, ya Allah mengapa saya iseng ngambil fhoto telaga Bening segala ya!) *edisi emak penakut

            Back to the topic,
            Semangat kembali membuncah, demi mendengar seorang wisatawan berteriak kalau suara air terjun sudah terdengar, sudah dekat kah? Panitia hanya berujar kira-kira sekian kilometer lagi, haaaaahhhh?????? Kapan sampainya??? Ahhh masa saya harus mundur? Ayooo semangat!, teh Defa mengajak saya berbincang tentang bisnis, dan secara naluriah mendengar bisnis semangat saya semakin berapi-api, seperti halnya Mr Crabs di Film Kartun Sponge Bob Square Pants, jika mendengar Dollar maka matanya berubah menjadi hijau dan bergambar USD, nahhh… begitupun dengan saya, keletihan dan kelelahan yang sangat, akhirnya hilang seketika setelah berbincang masalah bisnis, mata saya langsung merah muda bergambar Soekarno Hatta, wikwiwwww!!! Bisnis makkk!!! Ya.. kalau engga bisnis anak-anak mau makan apa hayoooo!!!

            Alhamdulillah baru sampai jembatan!, jembatan yang tebuat dari kayu dan juga dari semen, asyikknyaaaa…!!!, kita bisa narsis-narsisan karena pemandangannya yang indah, klik klik photagrafer amatiran kembali beraksi! Dan tadaaaaaaa!!! Hasilnya oke juga mak! Belum ditambah pemandangan lain yang oke juga, wisatwan asing berlalu lalang di depan mata, sekalian cuci mata ahh!, kasian mata saya sepet melihat beras terus tiap hari! Hehehe! Uuufff maaaf!!


            Daaannn akhirnyaaaaa!!!
            Alhamdulillah, SubhanAllah, Masha Allah, Allahu Akbar!!!
Saya terus menerus mengucapkan kalimah toyyibah itu, setelah sampai di curug dan melihat pemandangan yang begitu indah dan ramai, karena berbaur antara suara manusia dan air terjun yang bergemuruh, tapi mana monyetnya????? Saya penasaran banget karena pak Ustadz yang ngasih tausiah mengatakan banyak monyet disana, apakah makna ‘monyet’ disini secara harfiah atauuuuuuuuuu??? Jangan-jangan saya sendiri monyetnya, ihhhhhh!!!

            Biarin ah ga ketemu monyet, yang penting happy together sama teman-teman, bermain air dan apa lagi yaaaa!!! Pokoke senang-senang, melupakan rutinitas sejenak, sekali-kali meninggalkan cucian dan urusan domestic lainnya, sesekali pergi sendirian dan menikmati hidup tanpa direcoki lima krucil saya, pokoke happyyyyyy!! Dan saya merasa berubah menjadi 19 tahun, lupa sama umur yang sebenarnya, karena ternyata saya mampu mencapai curug dengan selamat, teryata saya masih bisa seperti teman-teman yang masih muda dan bersemangat itu! Makasih yang teman-teman!, dah ngomporin saya secara tidak langsung hehehe!!




            Wowww amazing place! It made me refresh my body and soul (maaf kalau salah nulisnya!), dan yang terpenting adalah hikmah dari perjalanan ini, dari mulai prefaring semua perbekalan, menyiapkan anak-anak untuk mengungsi sejenak demi emaknya tercinta, sampai acara di curug, saya bisa menyimpulkan bahwa hidup adalah tantangan, yang harus dihadapi, tak boleh ada kata menyerah kalah sebelum mencoba, dan semua harus  dikembalikan kepada sang Maha Pencipta Allah SWT, akankah kita bersyukur atau kufur? 

            Duhai Robb yang Maha Pengasih dan Penyayang!
Terima kasih atas indahnya hidup yang telah Engkau berikan kepada kami semua, semoga kami bisa menjaga dan melestarikannya meskipun ujian datang bertubi namun kami akan tetap tegar karena Engkau ada dalam hati dan pikiran kami, aammiinn!!




Cianjur, 05 Mei 2013
Catatan perjalanan  Emak Rempong bagian 2

NB : tugas saya di FLP Cianjur dan sudah diposting di IIDN Group

Minggu, 17 Maret 2013

Saya dan IIDN


IIDN, Kumpulan ibu-ibu keren

Setelah  bergabung di IIDN ( Ibu-ibu Doyan Nulis ) tahun yang lalu, nama Fb saya waktu itu Aisyah Yusuf Abdullah (nama ini boleh diremove kok, mbak markom J! ), saya merasa lebih bersemangat untuk menulis, apalagi setelah mengikuti Writerpreneur I ( WP I ), saya merasa ilmu dn pengetahuan saya bertambah tidak hanya untuk tulis-menulis namun juga hal yang lainnya.

 Sebenarnya saya mengenal IIDN bukan dari Facebook, tapi dari Koran PR yang memuat tentang kumpulan Ibu-ibu Doyan Nulis korwil Bandung ( saya lupa tanggal terbit korannya :P) setelah membaca beritanya di Koran tersebut,   saya sangat penasaran dan sangat  tertarik dengan komunitas ini, karena hobbi saya menulis kemudan saya langsung searching di Facebook. Setelah mendapatkan grup IIDN interaktif di  sana saya langsung gabung dan diterima.

Ternyata Grup IIDN ( Ibu-bu doyan nulis ) adalah grup yang mempunyai aktifitas teratur dan bermakna untuk anggota yang sudah lebih dari enam ribu orang, grup ini di motori oleh beberapa orang ibu cantik dan keren diantaranya mbak Lygia Pecanduhujan dan mbak Indari Mastuti, disamping itu grup ini mempunyai acara dan jadwal yang teratur ( mulai hari Senin hingga hari Sabtu ), kita tengok yuk jadwalnya !

Senin
1. Curnyol ( curhat konyol ),  PJ : Lygia Pecanduhujan ( 08.00-09.00 )
2. Manajemen Bisnis,  PJ : Ari Kurnia, Tri Wahyuni Rahmat, Dewi Mulyawan ( 10.00-11.00 )
3. Bedah Buku, PJ : Nunu El Fasa ( 15.00 – 16.00 )
4. Design, PJ : Trance Taranokanai ( 20.00 – 21.00 )

Selasa
1.   Masak yuukk!, PJ : Hayu Hanggani ( 09.00 – 10.00 )
2.   Kisah Hikmah, PJ : Isnaneni DK ( 16.00 – 17.00 )
3.   Diskusi Nutrisi Pangan dan gizi, PJ : Ir.Dina Sudjana ( 19.00 – 20.00 )
4.   Bedah Rumah, PJ : Dewi Laily Purnamasari ( 20.00 – 21.00 )

Rabu
1.   Fotografi ( JDF ), Pj : Vivera Siregar, Windi Fitria ( 10.00 – 11.00)
2.   Mendesain dengan WORDS, Pj : Apriyanti Larenta ( 16.30 – 17.30 )
3.   Ngeblog , PJ : Lita Alifah ( 20.00 – 21.00 )

Kamis
1.   Jurnalistik, PJ : Rika Tjahyani ( 10.00 – 11.00 )
2.   Kelas EYD, PJ : Anisa dan Anna Farida ( 14.00 – 15.00 )
3.   Parenting, PJ : Wigati ( 15.00 – 16.00 )
4.   Kelas Crapt, PJ : Roza Rianita ( 16.00 – 17.00 )

Jum’at
1.   Parenting dan Marital Sharring, PJ : Afin Murtiningsih ( 10.00 – 11.00 )
2.   Berabgi Penglaman Mmenembus Media, PJ : Thabrani yunis ( 14.00 – 16.00 )
3.   Zona Bebas, Pj : Honey Miftahul Jannah dan Cani Casmara ( 19.00 – 21.00 )
4.   Mengnal Agency Naskah, Pj : Indari Mastuti ( 13.00 – 14.00 )

Sabtu
1.   Diskusi Pagi tentang Novel dan script Film, PJ : Kirana Kejora ( 10.00 – 11.00 )
2.   Fiksi, PJ : Skylastar ( 13.00 – 14.00 )
3.   Seputar Fashion, PJ : Nana Sii Agni Adyuta ( 19.30 – 20.30 )

Awalnya saya hanya sebagai silent reader saja, dan jarang gabung di grup, namun setelah mengikuti pelatihan menulis buku secara on line, saya jadi ikut aktif di dalamnya, walaupun belum bisa memberikan kontribusi apapun buat grup. Hanya sekedar like and comment postingan yang lain, walaupun sering ada kuis, saya masih malu-malu untuk mengikutinya, tapi pernah juga sih mencoba ikutan kuis bikin puisi dan memberikan komentar pada blognya mbak Esty Sulistyawan dan akhirnya mendapatkan  hadiah satu buah buku ( Menjadi Manusia Kaya Arti, karangan : Abdul Cholik  )

Setelah pelatihan Writerpreneur I selesai, kamipun dibuatkan grup alumni Writerpreneur , yaitu Rumah Alumni Writerpreneur ( RAW ),  dimana kita bisa saling sapa dan curhat mengenai tulis menulis dengan sesama anggota WP I, untuk kemudian ada pelatihan lanjutan di WP II dan WP Artikel ( Mudah-mudahan kami bisa mengikutinya lagi, aammiinn! ), selain itu saya pun membeli buku-buku hasil karya anggota IIDN, walaupun belum banyak , dan dari buku-buku itu saya bisa bertambah belajar dan mendapatkan ilmu, disamping terus menyimak kiriman kabar dan informasi dari teman-teman. Kami pun diminta untuk terus aktif menulis dan mengirimkan naskah kami ke Indiscript creative, agensi naskah yang menaungi IIDN seluruh Indonesia.

Akhirnya saya sangat bersyukur pada Allah SWT, yang telah memberikan saya umur panjang dan kesempatan emas untuk bergabung di grup ibu-ibu keren ini, karena saya mendapatkan ilmu yang melimpah, dan mendapatkan tempat curhat yang pas, saya semakin percaya diri, saya semakin bersemanagt untuk menulis dan menghadapi hidup, karena banyak hikmah yang saya ambil dari pengalaman ibu-ibu sesama anggota IIDN.

BUKU PANDUAN MENULIS


Sebagian buku karya anggota IIDN yang saya beli





IIDN memang Keren!!


Senin, 04 Maret 2013

Surat Cinta dan Buku keren



GARA-GARA SURAT CINTA
       Saya tidak menyangka sama sekali, saya mendapatkan hadiah sebuah buku bagus yang sarat hikmah dari setiap kata-katanya, buku ini berjudul “ RAHASIA MENJADI MANUSIA KAYA ARTI”  karangan Abdul Cholik, yang biasa disapa Pakde oleh para blogger dan sahabat-sahabatnya. Pakde adalah seorang purnawirawan Angkatan Darat. Sebelum membaca isi buku tersebut, awalnya terbersit dalam pikiran saya, (karena dilihat dari covernya yang sangat serius) bahwa isi buku itu adalah bacaan yang ‘berat’ yang membutuhkan pemikiran yang dalam dan energi ekstra untuk memahami dan mencerna isi tulisannya, apalagi penulisnya adalah mantan seorang serdadu, dah kebayang bagaimana tegangnya membaca buku itu!.  Eeehhhh…. ternyata dugaan saya salah besar, baru baca beberapa judul saja saya sudah cekikikan, ketegangan di kepala saya melentur, dan ketakutan saya lumer bersama derai tawa saya ketika membacanya terus dan terus, karena isinya membuat kita semakin penasaran terus untuk melanjutkan membaca. Memang bahasa yang digunakan Pakde dalam buku perdananya ini sangat ringan, kita tak perlu mengernyitkan alis karena tulisan yang sulit untuk dipahami, juga banyak joke-joke segar dalam setiap tulisannya, tapi eiittt… tunggu dulu!!!,  tulisnnya bukan berarti tanpa makna, dari setiap judul tulisan selalu ada hikmah yang ditulis di bawah sebagai intisari dari setiap cerita. 



       Alhamdulillah saya mendapatkan buku ini secara gratis, GRATIS???? Ya… gratis, tanpa sepeser pun saya mengeluarkan uang utuk mendapatkannya, kok bisa?, mungkin sudah rezekinya saya, Allah Maha Adil, awalnya saya ikut komen blognya mbak Esti yang mengadakan Give away di grup IIDN ( saya lupa judul blog dan tanggalnya ), isi blognya tentang surat menyurat, dan kami diminta untuk mengomentari dan menceritakan tentang pengalaman kami mengenai surat menyurat, saya iseng awalnya, saya tulis cerita tentang surat cinta terakhir dari almarhum suami yang masih saya simpan sampai saat ini, dan ternyata komenan saya itu yang mendapat penilaian dari yang empunya blog, dan hadiahnya adalah buku keren di atas. Alhamdulillah! Air mata haru campur kangen saya ketika membaca surat cinta itu, kini tergantikan dengan derai tawa ketika membaca buku karangan pakde Cholik.
       Terima kasih saya ucapkan buat mbak Esti, dan pakde Cholik, teruslah berkarya, kami nanti tulisan selanjutnya, semoga Allah SWT menggantinya dengan yang lebih baik dan berkah, aaammiiinnn!!